Richard Mille (RM) di pergelangan tangan saat lari maraton? Kedengarannya sih agak konyol. Tapi tunggu dulu — coba kita lihat dari sisi lain. Pertanyaannya bukan soal bisa atau nggak, tapi kenapa justru para atlet elite memilihnya? Dan disinilah letak daya tarik Richard Mille yang makin bikin penasaran dan layak banget untuk dibahas.
Atlet dan Richard Mille
Hubungan antara atlet dan jam tangan mewah telah melahirkan beberapa kampanye marketing olahraga paling cerdas — dan bahkan dimulai sejak kampanye yang pertama. Di tahun 1927, Mercedes Gleitze menyeberangi Selat Inggris sambil mengenakan jam tangan Rolex yang digantung di lehernya.
Namun di era modern, jam tangan dalam dunia olahraga lebih sering muncul di arena balap — di mana tambahan bobot dari jam tangan tidak terlalu berpengaruh. Tapi lain cerita saat berbicara soal cabang olahraga seperti lari, tenis, atau golf, di mana setiap gram sangat berarti demi performa maksimal.

Rafael Nadal di Roland Garros 2019
Karena itu, cukup mencengangkan (tapi juga menarik) saat kita melihat atlet seperti Rafael Nadal bermain di Final Roland Garros atau Nelly Korda melakukan pukulan terakhir di hole ke-18 U.S. Women's Open — keduanya mengenakan jam tangan Richard Mille saat bertanding.

Yohan Blake mengenakan RM38 pada Olimpiade 2012
Pada Final 100 meter Olimpiade 2012, ketika semua mata tertuju pada Usain Bolt (manusia tercepat di dunia), Yohan Blake, sang juara bertahan saat itu, menjadi sorotan ketika ia tanding lari sambil mengenakan jam tangan Richard Mille prototype RM38.
Amanda Mille, selaku Director of Brand and Partnerships di Richard Mille, pernah bilang bahwa Yohan Blake seharusnya tidak memakai jam itu. Soalnya, saat itu para atlet memang belum diizinkan untuk memakai perangkat seperti ini saat bertanding. Tapi Blake tetap memakainya, dan momen itu jadi titik penting buat Richard Mille — sebagai brand yang masih terbilang muda saat itu.
Orang mungkin mengira Blake bakal menghindari pakai apapun yang bisa bikin dia sedikit aja terbebani di lomba sepenting ini — bahkan kalau itu cuma beberapa gram. Tapi nyatanya, jam tangan Richard Mille menjadi pengecualian.

Tadej Pogačar mengenakan RM 011, Setelah Memenangkan Tour De France 2024
Bahkan dalam dunia balap sepeda, di mana brand dan atlet menghabiskan jutaan dolar hanya untuk uji coba di wind tunnel, menyempurnakan desain helm dan bentuk sepeda demi peningkatan aerodinamika sekecil apa pun — muncul pertanyaan: kenapa Tadej Pogačar, salah satu pesepeda terbaik di dunia saat ini, justru tetap mengenakan jam tangan Richard Mille khasnya dalam beberapa lomba paling ekstrim di dunia, termasuk Tour de France? Semuanya pasti memiliki alasan-nya.
Alasan Atlet Tetap Pakai Jam Saat Bertanding
Secara logika, atlet profesional tak butuh jam tangan saat bertanding. Mereka tak memeriksa waktu, tak menghitung split sendiri karena semua telah ditangani tim dan teknologi resmi.
Namun, justru di situlah letak paradoksnya. Jam di pergelangan bukan alat ukur, tapi simbol “armor” yang memberi rasa siap, identitas, bahkan sugesti performa.
Chris Chavez — pendiri Citius Mag sekaligus penulis di Sports Illustrated — pernah menyoroti hal ini dengan tepat. Kalau soal berat jadi alasan utama, kenapa para sprinter masih pakai kalung, sepatu dengan sol tebal, atau bahkan gaya rambut tertentu? Karena pada akhirnya, semua itu bukan soal performa fisik semata, tetapi juga bentuk state of mind.
Dalam konteks ini, keunggulan Richard Mille untuk atlet bukan cuma bobot ringan atau teknologi hi-end, tapi peran psikologis yang kuat. Jam itu menjadi bagian dari ritme mereka.
Berbeda dari kebanyakan brand mewah yang mengejar selebritas siap pakai, RM punya strategi jangka panjang yang personal. Merek ini membangun hubungan sejak dini, lalu tumbuh bersama.

Charles Leclerc
Charles Leclerc adalah contoh nyata — kerja sama mereka berawal sejak sang pembalap masing di dunia karting, jauh sebelum berseragam Ferrari. Filosofinya bukan sekadar memanfaatkan nama besar, tapi merawat proses, hingga momen kemenangan terasa seperti milik bersama.
Kekuatan branding Richard Mille tampak di sini. Bukan dari iklan formal, melainkan memori publik. Seperti ketika seorang atlet mengangkat trofi dengan Richard Mille di pergelangan tangan, ingatan itu terus melekat.
Jadi, Apakah Memungkinkan Lari Maraton Pakai Richard Mille?
Secara teknis, tentu bisa. Jam RM bobotnya sangat ringan dan tahan guncangan, bahkan lebih tangguh dari banyak sports watch konvensional. Tapi secara sosial, pakai jam seharga miliaran rupiah untuk berlari 42 kilometer jelas akan memancing rasa heran.
Namun, absurditas ini justru memperkuat citra eksklusif sekaligus fungsional. RM tak hanya tampil di podium, tapi ikut ‘berkeringat’ dalam prosesnya. Lari maraton dengan Richard Mille tentu bukan ide mainstream, tapi bukankah ikon selalu lahir dari keputusan yang tidak umum?
Jadi, kalau Yohan Blake bisa sprint di Olimpiade dengan jam Richard Mille di pergelangan tangannya, siapa bilang Anda tak bisa menyentuh garis finish maraton 42 km with style?
Kalau Anda sedang mencari jam tangan Richard Mille, atau ingin jual dan trade koleksi terbaik Anda, maka IDWX adalah tempatnya. Jelajahi marketplace jam tangan mewah terbesar di Indonesia. Saatnya bawa performa dan prestige ke level berikutnya!
Baca juga: Mengapa ‘Swiss Made’ Harus Tetap Eksklusif untuk Produk Asli Swiss?
Referensi
Jeffreys, Tim. “Should You Run A Marathon In A Richard Mille?” Hodinkee, 26 Mar. 2025, https://www.hodinkee.com/articles/should-you-run-a-marathon-in-a-richard-mille.
Herold, René. "Is working out with a mechanical watch a good idea?" 23 Apr. 2019, https://www.chrono24.co.uk/magazine/is-working-out-with-a-mechanical-watch-a-good-idea-p_44372/.
The Joe Pomp Show. "Why Every Athlete Wears a Richard Mille (And How It Made Billions)", https://www.youtube.com/watch?v=Sjb9krGiEKk.